Sabtu, 03 Juli 2010

Atih Kurniati, Mengajar di Tepian Hutan


JANGANKAN bermimpi, untuk membayangkan bersalaman dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tidak pernah tebersit dalam benaknya. Sebab, sepertinya sesuatu hal yang tidak mungkin, seorang guru dari salah satu sekolah dasar (SD) terpencil di daerah Kabupaten Tasikmalaya, akan bertemu dengan Presiden.

Oleh karena itu, Ny. Atih Kurniati (48) seakan tidak percaya ketika mendapatkan berita akan menerima penghargaan dari Presiden SBY.

Akan tetapi, semua itu akhirnya menjadi kenyataan. Pada acara Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di Sabuga, Kota Bandung, Selasa (26/5), Atih menerima penghargaan Satya Lencana Pendidikan dari Presiden. Suatu penghargaan tertinggi dalam bidang pendidikan karena dedikasi yang dilakukan Atih, yaitu mengajar di sekolah terpencil selama lebih dari dua puluh tahun.

"Ketika bersalaman dengan Pak Presiden, terus terang saja, saya deg-degan. Saya tidak berani menatap Pak Presiden. Tetapi, terus terang saja, saya bangga dengan semua ini. Sulit untuk melukiskan kebahagiaan tersebut," kata Atih, guru SD Tenjowaas, Desa Girimukti, Kec. Bojonggambir, Kab. Tasikmalaya, kepada "PR", semalam.

Sekolah tempat mengajar Atih, lokasinya berada kurang lebih 118 km dari Kota Tasikmalaya. Tepatnya, berada di barat daya daerah Kab. Tasikmalaya. Dari kota Kecamatan Bojonggambir, jaraknya kurang lebih 18 km. Untuk menuju ke Bojonggambir, harus melalui jalanan yang berliku dengan tanjakan dan turunan bagaikan naik gunung turun gunung. Dari ibu kota kecamatan, lokasi SD Tenjowaas berada di ujung daerah itu, dan untuk mencapai lokasi tersebut harus menempuh tanjakan terjal.

Tidak ada angkutan umum menuju ke Tenjowaas. Transportasi yang ada hanyalah ojek, yang tarifnya Rp 40.000,00 dari kota kecamatan ke lokasi sekolah itu. Sementara bila berjalan kaki, harus ditempuh kurang lebih empat jam.

Bangunan SD Tenjowaas sendiri seperti yang diceritakan Kepala SD Tenjowaas Yayat Dahiyat, saat ini dalam kondisi rusak berat. Semua kaca jendela sudah hancur, dan terpaksa diganti dengan reng bambu dan papan kayu. SD tersebut beratap asbes yang sudah bolong-bolong, dengan rusuk kayu yang sudah rapuh. Tiga ruangan kelasnya sudah tidak bisa digunakan untuk kegiatan belajar-mengajar.

Di SD Tenjowaas ada tiga guru PNS termasuk Atih, seorang kepala sekolah, dan empat guru sukwan. Atih termasuk guru senior dan paling lama mengajar di sekolah itu, yaitu sejak 1982. Rekan-rekan Atih sudah sejak lama pindah ke sekolah di perkotaan. Atih sendiri memutuskan untuk mengabdikan ilmunya di sekolah tersebut hingga sekarang.

Menurut Atih, setelah lulus dari sekolah pendidikan guru (SPG) tahun 1981, ia diterima menjadi PNS setahun kemudian dan langsung ditempatkan di SD Tenjowaas.

"Saya sempat bingung, karena sekolah itu memang lokasinya sangat jauh di ujung daerah Tasikmalaya. Tetapi, karena tekad saya benar-benar ingin mengabdikan ilmu yang telah diperoleh, saya berangkat ke SD Tenjowaas," katanya.

Lokasi sekolah benar-benar berada di tengah hutan. Di belakang sekolah masih ditemui monyet, babi hutan, owa, dan hewan lainnya.

Atih berusaha bertahan di sekolah itu, karena merasa iba kalau sampai meninggalkan sekolah tersebut. Dia tidak ingin pendidikan anak-anak daerah itu terbelakang. Atih juga sering meminta kepada warga setempat untuk menyekolahkan anak-anak mereka.

Setelah lebih dari sepuluh tahun mengajar, Atih akhirnya mendapatkan jodoh pemuda setempat yang bernama Sulaeman.

Selama bertugas, Atih tidak mengetahui ada penilaian dari Departemen Pendidikan ataupun instansi lainnya. Hanya, pada tahun 2006, Atih pernah mendapatkan undangan untuk mengikuti acara HUT Kemerdekaan di Jakarta.

Camat Bojonggambir Agus Salim mengatakan, mereka bangga karena dari daerahnya ada guru yang mendapatkan penghargaan dari Presiden. Penghargaan itu membuat warga Bojonggambir terharu. (Undang Sudrajat/Cecep S.A./"PR")***


Sumber :

http://hotnews.pikiran-rakyat.com/index.php?mib=news.detail&id=77516

27 Mei 2009



Tidak ada komentar:

Posting Komentar